Keadaan Hal – Hal Yang Membolehkan Seseorang Tidak Berpuasa Beserta Penjelasanya

Mencari info keadaanhal hal yang membolehkan seseorang tidak berpuasa beserta penjelasannya, orang yang diperbolehkan tidak berpuasa. KLIK DISINI!

Keadaanhal hal yang membolehkan seseorang tidak berpuasa beserta penjelasannya, orang yang diperbolehkan tidak berpuas. Pada bulan ramadhan, kita bisa merefleksikan diri dan menumbuhkan sisi spiritual yang kita miliki. Namun kebanyakan dari kita hanya memaknai bulan ramadhan sebagai bulan ketika kita harus berpuasa selama seblun penuh.  Dan melakukan berbagai macam zakat atau sedekah. Dan sebenarnya, ada hal lain yang bisa kita dapatkan dari berpuasa. Dan beberapa selain menahan lapar dan haus, puasa juga mengharuskan kita untuk mengontrol emosi.  Maka dari itu, untuk puasa ini sebenarnya lebih dari sekedar tidak makan dan minum sampai matahari terbenam. Akan tetapi secara bahasa, puasa ini berarti menahan. Sementara menurut istilah, untuk puasa ini adalah melakukan ibadah dengan niat kepada Allah SWT. Tentu saja menahan diri dari makan dan minum serta seluruh hal yang dapat mengakibatkan batal puasa.  Untuk puasa ini dilakukan sejak terbit fajar kedua sampai terbenam matahari. Yang dilakukan oleh orang tertentu dengan syarat tertentu.  Sedangkan untuk makna puasa yang sebenarnya cukup banyak.  Selain dapat mengatur diri untuk tidak makan dan minum. Ternyata berpuasa juga bisa melatih kita untuk sabar dan tenang. Selain itu perlu anda tahu jika puasa ini adalah ibadah yang dilakukan kepada Allah SWT dengan niat.  Niat kan puasa untuk Allah dan berikan kejelasan mengenai jenis puasa yang ingin anda jalankan.

Orang Yang Diperbolehkan Tidak Berpuasa

Bagi orang islam bulan ramadhan merupakan saatnya berpuasa. Karena hukumnya ialah wajib. Namun karena adanya kondisi tertentu seseorang diperbolehkan untuk tidak puasa. Nah, berikut ini kondisi yang diperbolehkan bagi seseorang untuk tidak berpuasa pada bulan ramadhan diantaranya;

  1. Safar (perjalanan)

Untuk seseorang dalam perjalanan diperbolehkan untuk tidak berpuasa.  Dan untuk keringanan ini telah didasari oleh firman Allah SWT.  Dan siapa yang dalam keadaan sakit atau dalam perjalanan perjalanan, maka menggantinya di hari lain. Kutipan ini berasal dari surat al – Baqarah ayat 185. Untuk batasan jarak minimal seorang safar diperbolehkan berbuka adalah jarak diperbolehkan qashar dalam shalat. Yakni 47 mill atau 89 km. Dan sebagai ulama yang mensyaratkan bahwa perjalanan itu telah dimulai sebelum mulai berpuasa (waktu subuh).  Sehingga jika melakukan perjalanan mulai lepas magrib hingga keesokan harinya. Maka bolehlah dia tidak berpuasa pada esok harinya itu.  Akan tetapi ketentuan ini tidak secara jima’ di sepakati.  Hal ini dikarenakan ada sebagian pendapat lainnya yang tidak mensyaratkan jarak sejauh itu untuk membolehkan berbuka.  Misalnya saja seperti Abu hanifah yang mengatakan bahwa jaraknya selama perjalanan tiga hari tiga malam. Akan tetapi sebagian mengatakan jarak perjalanan dua hari. Selain itu ada juga yang mengatakan tidak perlu jarak minimal seperti apa yang dikatakan oleh ibnul Qayyin. Meski berbuka diperbolehkan, tetapi harus dilihat dari kondisi ringannya. Jika perjalanan itu tidak memberatkan, maka meneruskan puasa akan lebih utama. Dan sebaliknya bila perjalanan itu memang sangat berat. Maka berbuka lebih utama.

  1. Sakit

Untuk orang yang sakit dan khawatir bila berpuasa akan menyebabkan bertambah sakit.  Atau kesembuhannya akan terhambat.  Maka diperbolehkan berbuka puasa.  Untuk orang yang sakit masih punya harapan sembuh dan sehat.  Maka berpuasa yang hilang harus segara menggantinya setelah sembuh nya nanti. Sedangkan untuk orang yang sakit, tetapi tidak sembuh – sembuh atau memang kecil kemungkinan untuk sembuh.  Maka beliau cukup dengan membayar fidyah.  Yakni memberi makan fakir miskin sejumlah hari yang telah ditinggalkannya.

  1. Hamil dan menyusui

Untuk wanita yang hamil atau menyusui. Pada saat bulan ramadhan tentu tidak boleh berpuasa.  Akan tetapi wajib baginya mengganti di hari lain.  Akan tetapi ada beberapa pendapat berkaitan dengan hukum wanita yang haid dan menyusui. Dalam kewajibannya untuk mengganti puasa yang telah ditinggalkan.

  • Pertama, mereka digolongkan kepada orang yang sakit. Sehingga boleh tidak berpuasa. yakni dengan kewajiban untuk menggadha atau mengganti di hari lain.
  • Kedua, mereka digolongkan kepada orang yang tidak kuat atau mampu. Sehingga mereka diperbolehkan tidak berpuasa dengan kewajiban membayar fidyah.
  • Ketiga, mereka digolongkan kepada keduanya. Sekaligus yaitu sebagao orang yang sakit dan orang yang tidak mampu.  Alasan ini juga yang membuat mereka wajib untuk mengqadha.  Selain itu mereka juga wajib untuk membayar fidyah. Dan pendapat yang terakhir d9i dukung oleh Imam as – syafi RA. Namun ada juga para ulama yang memilah sesuai dengan motivasi berbukanya.  Jika memang motivasi ini tidak puasanya karena khawatir akan kesehatan kekuatan dirinya sendiri.  Bukan bayinya, maka cukup mengganti puasa saja.  Akan tetapi bila kekhawatirannya jika berkait dengan anak yang dikandungnya. Atau bayi yang disusuinya.  Maka selain mengganti puasa anda juga harus membayar fidyah.
  1. Lanjut usia

Untuk orang yang lanjut usia dan tidak kuat lagi untuk berpuasa.  Maka tidak wajib lagi untuk berpuasa.  Dan hanya saja dia wajib membayar fidyah yaitu memberi makan fakir miskin.  Dengan sejumlah hari yang telah ditinggalkan itu.

  1. Lapar haus yang sangat

Agama islam telah memberikan keringan bagi mereka yang ditimpa kondisi yang mengharuskan untuk makan.  Atau minum agar mereka tidak berpuasa.  Namun untuk kondisi ini memang secara nyata membahayakan keselamatan jiwa sehingga makan dan minum tersebut menjadi wajib.  Misalnya saja dalam keadaan kemarau yang sangat terik dan paceklik berkepanjangan.  dan kekeringan dan hal – hal lain yang mewajibkan seseorang untuk makan atau minum. Dalam kondisi ini sangat situasional dan tidak bisa digeneralisir secara umum.  Hal ini dikarenakan keringanan itu diberikan memang sesuai dengan tingkat kesulitannya. Semakin besar tingkat kesulitannya, maka makin besar keringanan yang diberikan.  Begitu juga sebaliknya.

  1. Dipaksa atau terpaksa

Orang yang mengerjakan perbuatan karena di paksa dimana dia tidak mampu untuk menolaknya.  Maka tidak akan dikenakan sanksi oleh Allah. Karena semua itu di luar niat dan keinginannya sendiri.  Termasuk di dalamnya orang yang berpuasa yang dipaksa makan atau minum dalam hal ini membuat batal.  Sedangkan untuk pemaksaan itu beresiko pada hal – hal yang mencelakakan nya. Seperti disiksa dan sejenisnya.  Terdapat juga kondisi darurat seperti menolong ketika ada kebakaran.  Misal saja kebanjiran, wabah, atau menolong orang yang tenggelam. Maka dalam upaya yang seperti ini, dia terpaksa harus membatalkan puasa, maka hal itu dibolehkan selama tingkat kesulitan puasa itu sampai pada batas yang membolehkan terbuka.  Akan tetapi ada kewajiban untuk mengganti puasa di lain hari.

Semoga ulasan mengenai orang yang diperbolehkan tidak berpuasa di atas, bermanfaat dan menambah referensi anda. Terima kasih atas kunjungannya.